Mengasuh Anak dengan Menonton 118 Film

Posted: Maret 11, 2012 in Resensi Buku Non Fiksi
Tag:, , , , ,

Judul                :           Klub Film

ISBN / EAN    :           9789792277753 / 9789792277753

Author              :           David Gilmour

Publisher          :           Gramedia Pustaka Utama (GPU)

Publish              :           15 Desember 2011

Pages               :           288

Weight             :           250 gram

Dimension        :           14 x 200 mm

Sedikitnya 118 judul film dibahas dalam buku ini, dan 27 media memberikan komentar positif untuk buku karya David Gilmour – Klub Film. Sebuah buku yang berjudul asli The Film Club yang ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya dalam kewajibannya mengasuh dan membangun hubungan dengan anak laki-lakinya yang beranjak remaja; Jesse Gilmour.

Jesse mengalami ketidaktertarikan dengan sekolah yang dijalaninya, tapi juga belum tahu apa yang diinginkan sebenarnya. Nilai rapornya cukup mengenaskan, Jesse juga sering membolos untuk hal-hal mungkin “kurang jelas” tujuannya, atau pergi ke suatu tempat yang juga “kurang jelas” tempatnya. Setiap kali melakukan kesalahan, Jesse akan kembali dan siap menerima kemarahan orang tuanya, lalu meminta maaf dengan sungguh-sungguh, tapi beberapa hari berikutnya Jesse akan mengulagi lagi dan lagi. Orang tua Jesse telah berpisah,  Jesse tinggal bersama ibunya, dan ayahnya telah menikah lagi. Pada suatu titik waktu, Ibunya meminta ayahnya –David Gilmour, untuk menggantikan perannya di rumah untuk menjaga Jesse. Sehingga David akhirnya pindah ke rumah mantan istrinya dan mantan istrinya pindah ke rumahnya.

Hari-hari awal kebersamaannya dengan Jesse, David mengamati anak laki-lakinya. Bagaimana sekolahnya dan sehari-harinya, setelah mulai memahami David akhirnya mengajak anaknya untuk berbicara serius tentang sekolahnya. Sebuah pilihan diberikan kepada Jesse: “Kalau kau sudah tidak mau bersekolah lagi, kau tidak perlu bersekolah lagi” (hal. 6).  Tawaran itu akhirnya disetujui Jesse dengan konsekuensi Jesse diminta nonton film yang dipilih David, 3 film setiap minggunya. David adalah juga seorang kritikus film yang cukup sukses di Kanada kala mudanya, melihat kondisi Jesse yang kurang tertarik sekolah, kurang tertarik olahraga, tidak senang membaca, tapi cukup tertarik untuk nonton film, akhirnya David mengambil langkah untuk memilih film sebagai sarana mendidik anaknya.

Author David Gilmour, left, with his son Jesse. (Thomas Allen Publishers) Thomas Allen Publishers

Hari-hari selanjutnya, kegiatan David dan Jesse diisi dengan diskusi tentang film-film yang ditonton bersama. Juga diselingi dengan cerita kehidupan percintaan Jesse yang jatuh bangun dengan gadis pujaannya. Kehidupan David sendiri juga mengalami pasang surut, hingga pada suatu ketika sempat David benar-benar mengalami krisis keuangan dan pekerjaan, sampai-sampai rela untuk melamar menjadi kurir pengantar yang menjalankan tugasnya dengan sepeda, setelah bertemu seorang lansia yang juga masih menjadi kurir. Namun ternyata lamarannya juga tidak membuahkan hasil. Lantas, apakah akhirnya David berhasil mengasuh anaknya dengan memberi pendidikan melalui film-film yang mereka tonton bersama? Akankah Film-film yang mereka tonton sanggup mengembalikan kesadaran Jesse bahwa sekolah juga penting untuk masa depannya? Tentu semua jawabannya ada di buku ini.. 🙂

118 Film

Film-film yang ditonton David dan Jesse di antaranya: Basic Instinc, Breakfast at Tiffany’s, Giant,  It’s a Wonderful Life, Pulp Fiction, The Bicycle Thief, The Godfather, The Exorcist, Volcano: An Inquiry into the Life and Death of Malcolm Lowry, dan masih banyak lagi. Tercatat ada 118 film yang telah mereka tonton. Barangkali ada beberapa film yang juga sudah Anda tonton. Salah satu yang masih sangat berkesan adalah sewaktu mereka membahas tentang film The Bicycle Thief, sebuah film klasik Italia yang diproduksi tahun 1948. Bercerita tentang pencuri sepeda yang terpaksa melakukannya untuk memenuhi kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga, setelah sepedanya yang selama ini digunakan untuk bekerja dicuri. Inti yang ingin disampaikan dari film tersebut adalah, bahwa ada kalanya kita menggeser pendirian moral kita–mana yang benar, mana yang salah—tergantung pada apa yang kita perlukan saat itu. (hal. 101)

           Mungkin kita juga pernah mengalami hal tersebut, tapi tidak benar-benar menyadarinya. Dalam suatu kondisi tertentu, pendirian moral terhadap sesuatu hal bisa bergeser. Apa yang semula diyakini sebagai sebuah kebenaran bisa menjadi kabur. Barangkali begitu pula apa yang dialami David dan Jesse. Menyekolahkan anaknya pada awalnya diyakini sebagai sesuatu yang benar, namun pada kasus yang dialami Jesse, membuat David harus membuat keputusan lain untuk masa depan Jesse. Saat ini, pilihan sekolah makin beragam dengan menjamurnya home schooling. Tapi mungkin keputusan David tidak bisa diterapkan begitu saja untuk semua orang tua, karena pada kenyataannya setiap anak memiliki garis kehidupan yang sangat berbeda. Semua anak terlahir sebagai pribadi yang unik, pada hakekatnya semua anak adalah master piece kehidupan. Orang tua yang dititipi memiliki kewajiban mengasuh dan memberikan perhatian yang tebaik sejauh kemampuannya.

            Hubungan bapak dan anak yang menjadi tulang punggung cerita buku ini, begitu hangat tergambar dari mereka, bagaimana David menenangkan Jesse yang patah hati dan Jesse yang akhirnya sangat terbuka menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya juga semua rahasia-rahasianya. Sebuah buku yang sepertinya perlu dimiliki oleh semua orang tua, untuk menjalin hubungan yang baik dan membangun komunikasi dengan anak-anaknya. Bagaimana membuat anak-anak merasa terlindungi dan merasa nyaman saat berada di dekatnya tanpa harus mengorbankan hirarki yang sesungguhnya, bahwa hubungan orang tua dan anak, tidak sama dengan hubungan seperti halnya hubungan pertemanan dengan teman sebaya. Dan anak juga bisa menyadari, bahwa orang tua juga adalah manusia biasa, yang bisa saja salah, bisa tidak tahu, juga bisa mengalami terpuruk dan tidak berdaya. ***

Cheers..

@eviwidi

*Terima kasih untuk Bapak Okta Wiguna yang memberikan buku ini untuk saya resensi. 🙂 

Tinggalkan komentar